Wajah kanak-kanakku sumringah melihat bapak berdiri di
ambang pintu. Tas kecil hitam masing melekat di pinggangnya. Sejurus kemudian aku telah menyambar tanggan
beliau. Mengecup punggung tangan yang hitam itu. Kemudian menunggu beliau
berleha.
Tak lama, bapak pun duduk bersender ke dinding. Dibukanya tas
hitam kecil itu, lalu disodorkan ke arahku. Di atas lantai dingin kontrakan
kami, kuhamburkan semua isi tas. Bapak tau aku paling suka menghitung uang yang
ia dapat. Tidak menunggu lama, aku langsung memisahkan uang kertas dan koin.
Tak kupedulikan uang kertas yang lusuh. Aku lebih suka menghitung uang koin.
Alasannya sederhana, agar aku bisa menyusunnya tinggi-tinggi seperti menara.
Entah mengapa hal itu selalu membuatku bahagia. Mendengar gemericik
koin ketika di kocok di antara lengkungan tangan, atau menghitungnya
berkali-kali karena aku selalu keliru dengan hitungan. Aku bisa menghabiskan
waktu berjam-jam jika sudah bermain dengan koin-koin.
Jika sudah bosan, aku akan mengembalikan koin tersebut ke
tempat semula. Tanpa peduli jumlah dari koin-koinnya. Kemudian aku berlari ke arah
motor bapak yang terparkir di teras. Di belakang motor tua itu terdapat sebuah
box menyerupai lemari. Kubuka kait kecilnya dan nampaklah semua barang jualan
bapak. Roti berbagai rasa dan ukuran. Hidungku langsung mengernyit saat bau
menusuk hidung. Penyebab bau itu tidak lain adalah dari roti-roti basi yang
menumpuk di bagian bawah box. Nampaknya hari itu roti basi yang bapak ambil
sangat banyak. Jadi baunya begitu menyengat.
Ku abaikan bau itu dengan melongok lebih atas. Di sana
tempat bapak menyimpan roti yang masih bagus. Ku ambil satu, rasa kelapa yang
aku sangat suka. Ditutup kembali kait yang ada di box. Dengan roti isi kelapa
aku berlari ke depan TV. Memakannya sambil menonton serial kesukaanku.
Waktu itu aku tak pernah bertanya apakah uang yang bapak
kumpulkan banyak atau tidak. Tak juga peduli apakah uang yang ada, cukup untuk
membeli “Bobo” atau tidak. Dan sama sekali tidak tahu bahwa uang menjadi
jembatan pemisah antara aku dan kebahagian bersama bapak.
0 komentar:
Posting Komentar