Kita berjalan
beriringan. Tanganku masih saja bebas dari genggamannya. Tak tersentuh. Dia
malah sepertinya lebih nyaman dengan posisi menyilangkan tangan di dada.
Membuat sebuah benterng pertahanan, hah? Sudah, peganglah… tak apa.
Saat merasa lelah
berjalan, kita duduk. Aku mendekatinya, duduk berdampingan tanpa menyisakan
jarak kecuali sejengkal.
“Jangan anggap aku
orang suci!” perintahku dengan nada yang tegas dan mata dibulatkan.
Dia terbelalak melihat
wajahku dekat sekali dengan wajahnya. Menghindar. “Maksudnya apa?”
Ah, tangan itu masih
saja setia ia pangku di dada.
“Dengan kerudung ini.
Jangan anggap aku perempuan yang baik-baik saja,” ucapku mantap. “Jangan dikira
yang berkerudung itu solihah, banyak diantara kami tidak menunaikan sholat.
Kerudung hanya menjadi topeng kebaikan saja, untuk sosialita.” Kalimat-kalimat
terakhir hanya kuucap dalam benak.
“Bagaimanapun, aku
menghormatimu.” Kemudian ia menggeser duduknya sehasta.
Aku tercenung.
Kepalaku kembali menunduk. Ucapan itu tidak keluar dari seorang Ikhwan, tapi
dari lelaki biasa seperti dia. Yang memakai sendal gembel dan kaos lusuh. Aku
tak memandangnya rendah, namun kuping ini masih saja membal untuk percaya apa
yang didengar. Bahkan seorang ikhwan pun tak pernah berkata itu kepadaku. Malah
diantara mereka yang tak layak menyandang ikhwan lagi, membelah tubuhku menjadi
bagian yang hina.
Hening. Kita sama-sama
menyaksikan lautan manusia yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Begitu
pula aku.
Kamu tak mengerti, dan
kamu tidak tahu. Jauh dilubuk hati ini aku menangis. Bukan karena tak dapat
sentuhan, tapi aku menangis karena betapa Allah menutup aibku dengan rapat.
Sehingga tak ada seorang manusia pun tahu bahwa aku benar-benar perempuan yang tercela.
Tidak juga kamu.
Dan menangis, karena
ternyata masih ada lelaki sepertimu. Aku yakin Allah melihat ini semua. Namun
jika ia luput, aku ingin menjadi orang pertama yang memohonkan surga untukmu.
Kau pantas mendapatkannya. Dari seratus lelaki di dunia ini, hanya satu orang yang
akan melakukan hal itu. Dan satu orang itu kamu.
Biarlah, aku tak punya
apa-apa untuk diberikan. Hanya sebuah doa dari perempuan hina untuk kamu,
lelakiku. Agar kau mendapatkan perempuan yang baik, yang dapat kamu bimbing
menuju syurga.
0 komentar:
Posting Komentar