Tanggal 21 Maret 2014 kemarin saya diberikan kabar
yang tidak menyenangkan oleh-Nya. Ia menyadarkan saya tentang kenyataan bahwa
disetiap nyawa yang hidup akan merasakan mati. Bagaimanapun caranya dan
kapanpun waktunya. Tapi, izinkan saya lebih dahulu menceritakan tentang tangis
yang berbuah dari rasa haru.
Saya hampir menjadi penganut ‘Happlly Never
After’, tapi ternyata acara ditanggal 22 menyelamatkan saya dari pemikiran itu.
Kisah saya berawal dari cerita yang orang bule buat, kalian masih ingat tentang
cerita Rapunzell? Snow White? Jika masih, apa yang terjadi di akhir ceritanya?
Ya, si putri bertemu dengan pangerannya, mereka menikah dan hidup Happilly Ever
After (bahagia selama-lamanya). Tapi apa yang terjadi dikehidupan nyata?
Dari apa yang terjadi dipernikahan orang tua,
saya tak pernah lagi mau mendengar cerita kedua putri tersebut. Karena saya
melihat sendiri bagaimana hidup itu tak pernah selamanya bahagia, apalagi
dengan rumah tangga. Saya pesimis dengan rumah tangga yang awet puluhan tahun.
Itu tak mungkin. Takkan pernah ada.
Dan kenyataannya tanggal 22 membuat saya
melumat air liur saya sendiri. Yah, ditanggal itu diadakan sebuah syukuran atas
pernikahan yang masih bertahan selama 50 tahun. 50 tahun bukan bilangan angka
yang kecil jika menyangkut pernikahan. Untuk bertahan 10 tahun saja sudah
menjadi peristiwa bersejarah dalam sebuah keluarga. Apalagi 50. Saya totally
terharu.
You know, saya selalu bertanya bagaimana ini
bisa terjadi. Karena cintakah? Saya tak tahu pasti. Yang jelas saya bersyukur
masih ada pasangan yang bertahan dalam pernikahan selama itu. Subhanallah,
betapa Allah menyayangi keduanya. Dipanjangkan umurnya dan diberi amanah selama
itu dalam rumah tangga. Subhanallah.
Dan apa
yang sebenarnya terjadi ditanggal 21? Kematian. Meninggalnya seseorang setelah
letih menerjang sakit kanker rahim dan tumor yang tumbuh di beberapa bagian
tubuhnya. Saya tak terlalu mengenalnya, tapi saya ingat betul bagaiman suara
perempuan itu jika menelpon. Jujur, meskipun sedikit saya kehilangan ia juga.
Kematian memang selalu mengejutkan. Bahkan ada
seseorang yang pesakitan tapi dipanjangkan umurnya, atau yang segar bugar
ternyata harus meninggal diusia muda. Akan selalu menjadi teka-teki seperti
itu. Namun yang membuat saya tertarik menuliskan kejadian ini adalah kenyataan
bahwa seseorang yang meninggal di tanggal 21 itu adalah seorang perempuan tua
yang umurnya lebih dari 50 tahun dan lajang. Ya, lajang. Memang tak pernah ada
yang mempersalahkannya. Dia bisa memilih
jalan hidupnya sendiri. Dengan dan atau tanpa seorang suami disampingnya.
Saat ini saya hanya bisa berdoa, agar dirinya
diterima di tempat yang indah di sisi Allah.
Tanggal 21 dan 22 yang ironis. 21 dengan cerita
meninggalnya seorang perempuan tua yang lajang tanpa suami dan anak, kemudian
tanggal 22 yang bercerita tentang acara syukuran 50 tahun pernikahan.
Saya tak tahu harus berkata tentang hal ini.
Yang menggugah rasa penasaran saya adalah mengapa Allah menjadikan saya sebagai
orang yang mengetahui cerita keduanya bersamaan. Sudah saya katakan, saya tak
terlalu mengenal dekat perempuan di tanggal 21. Apalagi sepasang suami-istri di
tanggal 22. Saya tak punya ikatan darah dengan mereka. Dan saya (sepertinya)
hanya satu-satunya manusia yang mengetahui dua kejadian yang bertolak belakang
ini.
Kini saya ada diantara keduanya. Pertanyaaan
saya setelah mengetahui ke-ironisan 2 kejadian ditanggal yang beruntun itu,
apakah yang terjadi dimasa depan saya nanti? Apakah bertemu illahi dengan
keadaan yang sama seperti perempuan tua
di tanggal 21? Ataukah dikelilingi anak dan cucu saat syukuran pernikahan yang
ke 50 tahun saya dan suami? Ataukah ini hanya sebuah adegan dari sang Maha
untuk membuka mata saya lebih lebar?
Wallahu a’llam
0 komentar:
Posting Komentar