By: Laila iLa
Jangan salahkan aku! Meski aku tau
segalanya. Tapi aku tak melakukan satu hal pun, yang bertindak tetap kamu.
Jadi, jangan salahkan aku! Bila perlu, kau teriaki lelaki itu. kau maki-maki
dia, jewer kupingnya agar ia bisa dengar. Seperti yang kau perbuat akhir-akhir
ini pada Bara. Menjewer kuping mungil itu sekuat tenagamu, sampai kupingnya
merah padam dan ia meraung sekencang harimau kehilangan anak. Kau bilang pada
suamimu yang melihat kejadian itu, Ini agar kuping Bara mendengar perintah
mamahnya. Padahal bocah lelaki itu hanya mengabaikan perintah unuk mengganti
channel TV yang disukanya ke acara gosip kesukaanmu. Dan harusnya kau pikir
lagi siapa yang harus dijewer? Ketika Bara meminta kau antar sekolah, menyuci
seragam olah raga yang tiba-tiba harus dipakai, kupingmu mana?
Tapi nyatanya kau selalu berbuat baik pada
lelaki itu. Itu, lelaki yang kau sediakan waktu weekend berduaan dengannya.
Mengabaikan quality time bersama keluarga yang kau bina.
“Dia bukan pacarku… hanya mantan yang
kembali singgah.” Katamu pada hati yang kadang bertanya status lelaki itu.
Kau sendiri tau betul bahwa kau dan dirinya
sudah tak ada lagi ikatan yang mengharuskan kalian bersama. Jika pun kau
membuatnya, itu artinya hubungan kalian salah. Dan lagi-lagi kau tau itu.
Sehingga saat ia menawarkan hal yang kau idamkan semenjak kuliah dulu, kau
kebingungan.
“Menikah dengan mantan? Lalu kemanakan anak
dan suami?” tanya sisi baikmu.
“Tinggalkan saja, lelaki yang melamarmu
adalah lelaki idamanmu. Pikir baik-baik. Ini kesempatan berharga.” Kepalamu
sempat tercekat mendengar sisi jahatmu menghasut.
“Tapi semua ini tidak benar.”
“Alah… kamu bisa bina keluarga idaman yang
baru dengan suami yang baru.”
Kepalamu tambah pening.
Hingga hari itu tiba. Saat kau tengah
ber-happy weekend dengannya dan suami juga anakmu pergi ke tempat yang sama.
Pias wajahmu, menganga pula mulutmu. Tak bisa berkelak, kau diseret pulang ke
rumah. Suamimmu mengabaikan lelaki yang mencegahmu pergi, sedangkan Bara masih
tak mengerti dengan apa yang terjadi.
Disepanjang perjalanan kau tak berucap
sepatah kata. Saat itu kau tengah merutukiku. Padahal sudah kukakatakan, tak
ada yang dapat aku perbuat. Jika aku dapat bertindak, akan ku tambahkan tempo
kebahagiannmu dengan suami dan anak. Tak kubiarkan kau di sapa lelaki itu dalam
sebuah reuni. Tapi lagi-lagi kau pemegang kendali. Kau iya kan ajakan jalan.
Kau terima setiap rayuan yang menyelubung sukma. Dan tak marah jika tangannya
melingkar di pinggangmu.
Aku juga tak dapat melakukan apa-apa ketika
kau turun dari mobil. Dimarahi habis-habisan oleh suamimu. Pakaian yang ada
dilemari ia keluarkan semua. Yang berserakan di lantai hanya punyamu. Ia
berteriak bahwa ia mencintaimu, apakah kamu tidak pernah menyadari? Semua jerih
payah yang ia usahakan adalah untuk membuatmu tersenyum. Bukan untuk membuatmu
berdandan, lalu dihadiahkan pada lelaki lain.
Tangismu pun meledak. Diabaikannya Bara
yang menggenggam tanganmu. Kau mengambil jam yang tergeletak di meja
riasmu,lalu sekuat tenaga kau banting. Bara terkejut dan menangis.
“INI SEMUA SALAH WAKTU, BUKAN AKU!!!”
Jika memang aku punya kuasa berkehendak.
Sudah ku potong waktu hidupmu saat itu juga dan menjebloskanmu ke neraka. Meski
aku tau segalanya, aku tak dapat berbuat apa-apa. Jadi, JANGAN SALAHKAN AKU!!”
0 komentar:
Posting Komentar